Luggage
Rencana kami adalah sebagai berikut: begitu mendarat di Bandara Narita, kami akan langsung menuju Nagoya. Menginap di Nagoya selama 3 malam, lanjut ke Hiroshima. Menginap di Hiroshima selama 2 malam, kemudian balik ke Tokyo untuk nanti keberangkatan pulang dari Bandara Haneda. Selama kurang lebih 14 hari perjalanan, 2 dewasa dan 1 anak, kemi memutuskan untuk menggunakan 3 ukuran koper: 1 Large, 1 Medium, 1 Small (Cabin Size).

Nantinya, koper berukuran besar (Large Suitcase) akan langsung kami titip ke Hotel di Tokyo. Jadi selama perjalanan kami ke Nagoya dan Hiroshima, kami akan menggunakan koper sedang dan kecil. Selain lebih ringkas, mengingat di Shinkansen (Bullet Train) juga bagasi untuk koper terbatas apalagi koper berukuran besar. Jangan lupa untuk memastikan dengan pihak hotel jika ingin menitipkan koper, karena kadang ada yang tidak bisa atau kena biaya tambahan.
Jadi sudah kami pisahkan: jaket untuk Hiroshima-Nagoya, dan jaket untuk di Tokyo. Begitu juga dengan perlengkapan pakaian lainnya, langsung dipisahkan sesuai koper. Disusun cukup rapi, tapi sepertinya susah juga karena beberapa jaket agak tebal mengembang. Setelah mencari info akhirnya kami coba membeli Plastik Vakum Baju (Travel Vacuum Bag), beserta Pompa Vacuum-nya. Lumayan menghemat tempat, jadi tidak susah payah menutup koper.
Accomodations

Kami mencari ranjang minimal Queen, dengan patokan ranjang kami di rumah. Tahun 2019 ketika Emma masih berusia 1 tahun, kami nginap di ranjang Double terasa sempit. Setelah mencari beberapa hotel, belum ada yang cocok dari segi harga maupun jarak. Kemudian teringat, bagaimana jika sekalian nginap di hotel ketika honeymoon? Jadilah kami menginap di Daiwa Roynet Nagoya Shinkansenguchi, kamar Deluxe Double Room – Non Smoking.

Untuk membandingkan harga hotel di beberapa situs booking, saya menggunakan Trivago. Kali ini harga termurah dengan menggunakan Agoda, total harga Rp 4.310.775 untuk 3 malam (22-25 November 2022) hanya kamar saja belum termasuk sarapan. Untuk sarapan saya lebih suka membeli di konbini, selain lebih murah bisa sekalian mencoba makanan baru. Tapi untuk berjaga-jaga misalkan hujan atau buru-buru, biaya sarapan di hotel adalah 1,100 JPY per dewasa.

Lanjut mencari penginapan di Hiroshima, kota ini sepertinya kamar hotel (ranjang) yang tersedia kecil-kecil. Bahkan untuk Hotel Granvia pun, hanya tersedia 1 tipe kamar yang memiliki ranjang Queen. Teringat lagi, dulu kami pernah menginap di AirBnb. Setelah mencari-cari, ada apartemen yang menarik perhatian kami: River West Hiroshima. Karena terhitung baru, kamarnya masih terlihat bersih dan modern.
Membandingkan beberapa unit yang mereka punya, kami jatuh hati dengan unit #305. Rencana mau tidur bertiga di futon, biar jadi pengalaman juga buat Emma. Total 60,000 JPY untuk 3 malam (25-28 November 2022). River West sendiri ternyata memang perusahaan , bukan perorangan. Jadi ketika berkomunikasi lewat pesan AirBnb, jawaban staff River West pun sangat profesional. Kami meminta tolong untuk membeli tiket Doraemon Museum dan Ghibli Museum, lebih detail akan dibahas di post berikutnya.

Berikutnya buat akomodasi terakhir, kami mencoba cari lewat aplikasi All Accor . Sebenarnya karena sudah menjadi member Accor, hotel-hotel yang tergabung di dalam grup Accor selalu menjadi pilihan pertama kami. Tapi memang ada faktor-faktor lain, seperti: harga, jarak, luas kamar. Kebetulan kali ini kami mendapat hotel Accor dengan lokasi yang relatif strategis, berada di pusat kota dan berjarak sekitar 10menit (800m) jalan kaki dari Tokyo Station: Mercure Tokyo Ginza.

Total 90,238 JPY untuk 7 malam (28 November – 5 Desember 2022) tanpa sarapan, sudah termasuk pajak. Sayangnya ketika kami menginap di Mercure Tokyo Ginza, kami tidak bisa menggunakan voucher free upgrade room. Katanya ruangan sedang penuh, sedangkan voucher free breakfast juga tidak bisa digunakan karena restoran mereka merupakan pihak ketiga. Untuk sarapan, bisa dibayar langsung di restoran sebesar 1,000 JPY per dewasa.
D-day
Hari-H tiba, sebelumnya kami sudah check-in online, sudah memilih makanan juga lewat aplikasi/website Singapore Airlines. Untuk Emma, tentunya Child Meal. Asian Child Meal untuk penerbangan Jakarta – Singapura, dan Western Child Meal untuk penerbangan Singapura – Narita. Bedanya sih cuma Mie buat Asian, dan Spaghetti buat Western. Sedangkan untuk Agnes dan saya, kami memilih untuk makan apa saja yang disajikan ketika di pesawat (In-flight menu).

Sekitar pukul 15:00 kami memesan transportasi untuk ke Bandara, pilihan jatuh menggunakan Grab karena harga termurah. Ternyata, keputusan yang salah. AC mobilnya seperti kurang berfungsi, kami semua berkeringat apalagi mengalami kemacetan di tol. Emma tidak tahan, memutuskan buka baju hanya mengenakan tanktop saja. Sengaja memang mempersiapkan pakaian yang agak tebal, pikirnya untuk menghadapi dinginnya bandara dan pesawat.

Berharap Emma bisa tidur di mobil ketika perjalanan ke bandara, buyar. Sampai di bandara, cuaca terasa panas. Kami semua sudah basah berkeringat dan tidak nyaman, akhirnya buka koper dan ganti baju. Sewaktu check-in, petugas menanyakan hasil tes negatif Emma. Kami menyertakan link berita resmi dari Kedutaan Besar Jepang di Indonesia kalau anak kecil di bawah 6 tahun mengikuti orangtua, tidak perlu tes negatif jika sudah vaksin booster.
Tapi yang membuat saya pucat adalah, “koq saya tidak menemukan link resmi tersebut dalam Bahasa Inggris di situs Ministry of Foreign Affairs (MoFA) nya Jepang ?!“. Setelah petugas menelpon atasan/teman untuk menanyakan perihal tersebut, akhirnya dia mengizinkan kami check-in. “Soalnya Jepang agak ketat, kemarin ada yang kena denda”, katanya. Selesai check-in, persasaan saya masih tidak tenang.
Sambil duduk ngemil di Auntie Anne’s , saya meminta Agnes tanya temannya yang sedang di Jepang bagaimana prosedurnya. Temannya dari Singapura sih, tapi ya hanya sekadar informasi untuk menenangkan diri. “Anak ikut ortu nes, jadi kalo lu sudah vaksin booster harusnya aman”, balasnya melalui Direct Message di Instagram. Ah ya sudah lah, pasrah saja. Selesai ngemil, kami pun melangkahkan kaki menuju ke ruang tunggu dekat gate penerbangan.
Tiba waktunya boarding, antrian pun mengular. Kami antri di bagian belakang, banyak juga penumpang berbahasa Jepang. Sebelum naik pesawat, stroller akan dilipat dan dibungkus. Petugas akan memberikan label tag, dan juga diikatkan di bagian stroller. Tips untuk yang membawa anak, bisa coba tanya apakah bisa boarding terlebih dahulu. Lumayan hemat tenaga menghadapi drama bocah, apalagi antrian kami sempat disela ibu-ibu.
Penerbangan selama 2 jam berlangsung mengantuk, karena Emma tidak tidur siang. Mendarat di Changi (Singapura) sekitar pukul 10 malam waktu setempat, kami mengambil stroller di pintu pesawat tetapi Emma yang mengantuk memutuskan untuk memulai drama tidak ingin duduk di stroller. Saat ini drama tersebut sudah mencapai Season 4 episode 5, entah kapan selesainya drama ini. Jadi, larilah kami sambil gendong Emma takut telat.
Ternyata tidak terlalu jauh karena sama-sama di Terminal 3, bahkan belum bisa masuk ke ruang tunggu. Kami menunggu berdiri di depan pintu ruang tunggu, diusir ayi-ayi security. Kita lanjut ke drama berikutnya, Emma memaksa duduk di stroller punya bandara. Padahal stroller sendiri ada, stroller tetangga memang lebih hijau. Lelah yah bund, tapi belum bisa tidur. Mulai terlihat orang-orang mengantri di depan pintu ruang tunggu, kami pun ikut mengantri.
Tiba waktu untuk naik pesawat, terlihat ada keluarga yang membawa anak ngomong sama petugas dan diizinkan naik ke pesawat lebih dulu. Kami pun dengan muka melas, “Please can we board? Our daughter already sleepy” . “Yeah sure, don’t forget to fold and cover your stroller”, katanya sambil menunjuk pembungkus stroller dan mata tetap terpaku ke layar komputer untuk melanjutkan proses boarding.
Sampai di tempat duduk pesawat, ibu dan anak itu langsung mengambil posisi tidur, tidak lupa mengenakan sabuk pengaman tentunya. Lampu pesawat masih terang benderang, suasana masih berisik, membuat Emma susah tidur. Tapi akhirnya rasa kantuk dan lelah pun tak tertahankan lagi, perlahan-lahan meredupkan mata sampai tertidur pulas. Tidurlah yang nyenyak nak, semoga besok pagi kembali sehat dan semangat. Good night, sleep tight~



2 thoughts on “Take-off: Japan”