Tips Bepergian dengan Anak Kecil (Di Hotel Jepang)
Mintalah kid’s amenities, Jepang sangat ramah anak! Mereka menyediakan slipper; sekantong berisi sikat gigi, pasta gigi, dan handuk. Pagi ini kebetulan hujan, jadi kami memutuskan untuk sarapan di hotel. Dengan harga 1,200 JPY per dewasa dan gratis untuk anak-anak, kami sudah bisa menikmati makananan yang menghangatkan tubuh di cuaca dingin ini. Selain roti, sosis, dan buah, yang saya suka di sini ada Chazuke: nasi dengan kondimen – biasanya rumput laut, ikan, ayam – dan disiram teh kaldu.



Selesai sarapan dan mandi, cuaca masih juga hujan. Emma juga sudah melaksanakan tarian pemberhenti hujan latian balet untuk menunggu hujan reda, tapi hujan tak kunjung berhenti. Kalau menurut prakiraan cuaca, hujan akan tercurah sepanjang hari ini. Akhirnya sepakat untuk membeli payung di Lawson, dan rencana perjalanan pun ditukar dari yang hari ini seharusnya ke Korankei menjadi Nabana no Sato.
Perlengkapan sudah siap, kami mendorong stroller menuju Meitetsu Bus Center yang berlokasi di Meitetsu Department Store – Nagoya Station juga. Terakhir ke sini 6 tahun lalu kami naik tangga, kali ini mencari lift dan kebingungan jalannya. Keluar lift, saya ingat dulu di sini tempat naik dan turun busnya. Berarti tempat beli tiketnya 1 lantai di bawah ini, tapi kenapa tidak ada lift yang menuju ke sana?
Kami masuk ke dalam Department Store, mungkin lift-nya di dalam toko. Turun 1 lantai, hanya bertemu tangga. Masa sih tidak ada jalan stroller, di negara maju seperti ini seharusnya wheelchair-friendly?! Ketemu petugas, kami pun bertanya sambil menunjuk stroller dan bilang “baby car, bebi kaa, elevator, erebetaa”. Dia mengerti dan membawa kami ke lift kecil samping tangga. Lift-nya benar-benar kecil, pantas tidak kelihatan.
Selain kecil, bentuk lift-nya tidak biasa. Bukan persegi, lebih ke trapesium? Benar-benar memanfaatkan sisa tempat yang ada, “adanya sisa tempat seperti ini? Lanjut buat lift!” Akhirnya sampai ke ruangan familiar, dulunya tempat ini ramai orang mengantri untuk membeli tiket bus ke berbagai tujuan. Hanya saja kali ini sepi, petugas menyambut kami dan langsung mengarahkan ke mesin tiket. Oh, sekarang tidak ke counter lagi.
Kami meminta bantuan untuk membeli tiket Pergi-Pulang, totalnya 4,200 yen untuk 2 dewasa (Emma dipangku). Jadwal bus sekitar 15:30, jadi kami memutuskan untuk makan siang dulu. Kebetulan tadi melihat ada cafe ketika mencari lift, spesialisnya memang dessert cafe tapi menjual makanan berat juga. Kami memesan Kitsune Udon + Matcha Tea dan Udon Set juga ada nasi goreng dan bakwan goreng, total sekitar 2-3ribu yen.


Sudah kenyang, masih ada waktu sekitar 45 menit kami memutuskan untuk jalan-jalan di dalam Department Store nya dan mampir di toko buku Tsutaya. Wah ternyata banyak yang menarik, kami menghabiskan sekitar 8,000an yen di sini. Emma lagi mulai-mulainya belajar menghitung, di sini dia lagi gemar menghitung jumlah buku. Selesai belanja, kami menunggu di tempat kedatangan bus sambil melipat stroller untuk nanti simpan di bagasi.

Ketika naik bus, kami langsung menunjukkan tiket sambil bilang “Nabana no Sato”. Sepertinya kami salah membeli tiket, jadi memang bus ini melewati Nabana no Sato tapi tiket yang kami beli sampai di tujuan akhir. Jadi petugasnya bilang (asumsi kami), bayarnya kemahalan. Tidak apa? Atau mau ke petugas tiket lagi buat refund? Mengingat waktu yang sudah sempit, kami bilang tidak apa.
Pukul 4 sore kami sampai di Nabana no Sato, hujan masih mengguyur deras. Menggunakan payung, membuka stroller. Menggendong Emma, taruh di stroller. Pasang penutup stroller supaya tidak kehujanan, gantung beberapa tas belanjaan buku tadi di bagian belakang stroller. Tertatih-tatih ke loket tiket, lipat payung. Beberapa lampu taman sudah menyala, cantik sih tapi susah untuk difoto.

Tiket masuk seharga 2,500 yen per orang sudah termasuk 1,000 yen voucher. Kami langsung menuju ke Begonia Garden, mencari indoor. 10 menit kami berjalan agak cepat, melihat foot spa. Dulu kami ke situ, sepertinya enak cuaca dingin dan mencelupkan kaki di air panas. Tapi karena ramai, kami melanjutkan perjalanan. Sambil lihat ada restoran, apa nanti malam makan di sini? Restorannya buka tidak ya?
Sampai di Begonia Garden, suasana terasa lebih sepi. Kami berfoto sebentar di bunga, kemudian datang rombongan tur. Ada orang Indonesia juga, suasana jadi lebih ramai. Area indoor nya lumayan luas, di awal ruangan ada photo spot by kodak yang ada petugasnya juga. Jika ingin difotokan bisa bayar menggunakan kamera profesional, kami lanjut saja menggunakan kamera tidak profesional (Handphone).

Areanya luas ya, kami berharap Emma suka di sini. Ketika masih usia 6 bulan, dia suka melihat bunga dan mood nya jadi ceria ketawa-ketawa. Tapi sekarang mungkin masih lelah juga, awal-awal diajak foto mau tapi kelamaan sudah mulai bosan. Memang sih tidak ada apa-apa di sini selain bunga, jadi mungkin untuk yang kurang menyukai bunga bakal cepat bosan.

Sampai di area food court, dulu di sini menjual minuman seperti coklat panas dan es krim. Kali ini kosong, masih suasana pandemi. Kami duduk istirahat minum kopi vending machine dan roti konbini, di luar masih hujan deras. Terlihat beberapa orang mencoba terobos hujan tapi akhirnya balik lagi, Emma semakin bosan. Kemudian terlihat di luar ada cahaya lampu, “Apa itu, ma?”. “Ada show kali”, jawab kami sambil foto-foto.

Jawaban yang salah, Emma semakin meradang: “EMMA MAU LIHAT SHOW! AYO CEPAT KELUAR!“. “Iya selesai foto ini kita keluar, ayo foto dulu yang bagus”, bujuk kami. “Show itu ada terus, diulang tiap beberapa menit”, kata saya menenangkan. Emma tidak percaya, “koq papa tau?”. “Ia, dulu sudah pernah ke sini”, kata saya yakin. “Lagian kalau kita keluar sekarang masih deras juga hujannya, tunggu sebentar hujan agak reda baru kita keluar”, saya lanjut mengabadikan momen.

Akhirnya hujan tinggal rintik-rintik, kami pun bersiap-siap keluar. Ke toilet dulu mumpung masih di dalam ruangan, main gachapon dan mendapatkan hadiah Miffy. Lanjut ke Corridor of Light, masih menawan seperti dulu. Karena selain visual, juga disajikan lagu yang membuat suasana semakin romantis. Emma juga terlihat lebih senang bisa bermain di luar ruangan, sengaja mengenakan sepatu boots supaya bisa bermain genangan air hujan dan tidak masuk angin. Tapi memang lebih berat sih, dan suka lepas kalau dia tertidur di stroller.

Setelah melewati “Corridor of Light”, sampailah di tempat show yang dinantikan. Sebenarnya hanya film yang diputar di layar besar, dan diulang-ulang terus. Kita bisa menonton dari lantai 1 atau 2, di sini juga ada semacam foodcourt kecil. Selesai nonton, kami lihat kios makanan di sini sepertinya kurang menarik. Lanjut ke arah pulang, ada toko suvenir mampir dulu sebentar. Menghabiskan 5,160 yen di sini.

Pulang, di bus Emma tertidur pulas dalam pangkuan ibunda tercinta. Sampai di “Nagoya Bus Center”, saya menaruh payung di tiang dinding pojok, mengurus bagasi, membuka stroller, menaruh barang-barang di stroller karena sang penghuni masih tertidur digendong ibunya. Jalan lah kami menuju lift, berpapasan dengan sepasang kakek-nenek. Berpakaian serba hitam, topi dan jas, membawa payung yang sudah terlipat tapi masih basah.
“Di luar masih hujan, kah?”, tanya saya dalam hati. “Harus siap-siap menggunakan payung”, lanjut batin saya. Payung…aduh payungnya tertinggal di tempat tadi. Saya balik lagi mengambilnya, kembali bertemu Agnes dan anaknya. Kali ini kami turun di lift yang langsung diluar gedung, bukan lift kecil yang dari dalam Department Store. Begitu keluar lift, langsung terasa hembusan angin dingin. Emma pun bangun, dan langsung bertanya “Mana sepatu Emma, ma?”
Pucat, coba mengingat lagi. Jatuh dalam bus? “Turun bus masih pakai sepatu”, ingat Agnes. Oh berarti sepanjang perjalanan tadi dari turun bus dan menuju lift, oke coba balik lagi mencari sepatu kaca boots. Untungnya nemu, happy ending. Menuju hotel, sebelum melewati “Nagoya Station” terlihat ada supermarket yang juga menjual buah-buahan. Muscat Grape nya begitu menggoda, begitu juga dengan apel, jeruk, dan pisang.
Setelah berbelanja buah untuk memenuhi nutrisi sehari-hari, kami lanjut mencari makan malam di dalam stasiun bagian basement. Ada ramen, sushi, dan pilihan jatuh kepada restoran sushi yang agak sepi. Saya kira kalau restoran sepi berarti tidak enak, untungnya sushi yang disajikan enak dan Emma pun suka. Dipinjamkan juga alat makan, kebetulan motif Miffy. Anak senang, orangtua tenang. Total makan malam 2ribuan yen, memang makan di stasiun relatif lebih murah mungkin karena buat pekerja?

