Yakult “Winter Edition” – Enjoy Snacking, Autumn, Monkey Show, and Hearty Lunch at Korankei [20221124]

Pagi dimulai dengan mengkonsumsi Yakult, kali ini bungkusannya “Winter Edition“. Ternyata mencari Yakult di negeri asalnya tidak semudah yang dibayangkan, tidak semua minimarket kecil ada. Kadang tulisannya ada, tapi di raknya sudah habis. Memang banyak alternatif lain seperti yoghurt dan merk lain, tapi sejak tahun 90an kami sudah terbiasa dengan yakult.

Perjalanan menuju Korankei memakan waktu lama karena sedikitnya transportasi publik yang langsung menuju ke sana, dari Nagoya Station kami transit dulu di Higashi-Okazaki Station. Dari sini harus naik bus, yang keberangkatannya hanya 1 jam sekali. Ketika kami sampai di Higashi-Okazaki sudah waktunya makan siang, tapi daripada ketinggalan bus kami memutuskan untuk ngemil onigiri saja.

Sampai di Korankei sudah sekitar jam 2 siang, kami berkeliling mencari makan siang. Tapi sepertinya sudah masuk angin, Emma tidak terlalu nafsu makan. Jadinya kami mencoba kentang/ubi viral, banyak anak muda mengantri. Rasanya garing enak asin, tapi tidak terlalu spesial. Setelah emosi membujuk Emma makan, kami pun melanjutkan perjalanan.

Setelah menyeberangi jembatan, dari sini bisa turun ke sungai. Banyak batu besar, Emma pun senang main bersama mereka. Bisa diduduki, selama ini batu kerikil tidak muat menampung pantat Emma. Sepuluh menit akhirnya bosan juga soalnya batu cuma bisa diam, berbeda 180 derajat dibanding Emma. Berjalan tertatih-tatih menuju ke atas, dulunya ada pertunjukkan monyet dan tempat makan.

Pertunjukkan monyetnya masih ada, cerita dan gerakannya pun sama persis. Bedanya kali ini si pendamping monyet mengenakan face shield, dan setelah pertunjukkan seperti biasa monyetnya berkeliling membawa baskom untuk penonton yang ingin memberikan dukungan berupa yen. Bagi yang memberikan 1,000 yen akan mendapat hadiah kartu pos bergambar monyet dan pendampingnya, lengkap dengan face shield.

Selesai menonton pertunjukkan monyet, kami mencari makan siang. Di sini banyak tempat duduk luar ruangan dengan beberapa kios penjual makanan, saya mencari mie kuah yang dulu makan di sini. Rasanya enak, mie-nya lebar. Sayurannya kol, jamur kuping, wortel, dengan daging tipis, kuahnya tidak sekental ramen. Asin ringan, cocok di udara dingin seperti sekarang ini.

Tempat outlet-nya sama, tapi makanannya sedikit berbeda. Kali ini menggunakan daging dan sayuran rebung, serta kuahnya lebih sedikit sehingga terasa ‘berat’. Saya lebih suka yang lama, tapi lumayan untuk mengisi perut kelaparan dan menghangatkan badan. Sekarang juga ada kudapan warabi mochi, enak juga manis favorit semua pengunjung.

Selesai makan siang yang telat, kami lanjut berfoto di bawah momiji. Sengaja berpakaian serba merah, supaya senada dengan warna daun. Berselang 20 menit, matahari mulai terbenam. Waktu masih menunjukkan pukul 5 sore waktu setempat, wah langsung kami segera bersiap-siap turun. Udara juga terasa semakin dingin, lampu-lampu penerangan jalan mulai dinyalakan (illumination).

Ternyata tunggu bus pulang sangat lama, kurang lebih 1 jam. Saya beli hot chocolate di vending machine untuk menghangatkan badan Emma, sambil antri berdiri om di belakang kami bisa tertidur sampai mendengkur. Pasangan muda-mudi yang mengantri di bagian belakang, bolak-balik ke pinggir jalan untuk melihat apakah busnya sudah tiba atau belum.

Kita!” kata si cewe, saya pun mengintip “Oh benar busnya datang”. Sepanjang perjalanan Emma tidur, tak kuasa lagi menahan rasa ngantuk. Kembali sampai di Higashi-Okazaki Station, kami memutuskan untuk makan malam di Chinese Restaurant sekalian nostalgia dulu ketika bulan madu. Emma masih tidur di stroller ketika makanan datang, sepertinya terlalu lelah dan mengantuk.

Selesai kami makan, kami membangunkan Emma. Sedikit kesal dan meregangkan badan, dia tersadar sedang berada di tempat umum dan langsung menjaga sikap. Sepertinya tidur barusan lumayan membantu, dia makan dengan lahap. Mapo Tofu, sayuran hijau, nasi hangat, daging ayam. Soal makanan, chinese food memang jagoannya.

Malam terakhir di Nagoya, besok kami check-out. Untuk total pembayaran selama 3 malam di Daiwa Roynet Hotel Shinkansen-guchi: Rp 4.301.775 tidak termasuk sarapan dan sudah dibayarkan lunas menggunakan kartu kredit. Nagoya selalu menjadi tempat berkesan untuk kami, memang kotanya kalah populer dibandingkan yang lain. Tapi untuk kami yang ingin bernostalgia bulan madu, di sinilah kotanya.

Feel free to comment