
Untuk menuju Miyajima, kami harus naik ferry dari Miyamiguchi Station. Perjalanan menuju Miyamiguchi Station sekitar 30 menit dari apartemen kami. Dari Miyamiguchi Station, ada 2 kapal ferry: JR dan Matsudai. Karena JR Pass kami masih aktif, kami memilih naik kapal ferry-nya JR supaya gratis. Miyamiguchi Station menuju Pulau Miyajima, memakan waktu sekitar 10 menit.
Mencoba membuat video transisi, tapi apa daya setelah ini handphone saya mati total. Terkadang nyala lagi, tapi setelah foto-foto yang banyak akan mati kembali. Setelah pulang dari Jepang, saya ke Samsung Service Center dan katanya main IC board nya rusak. Penyebabnya banyak: pemakaian, listrik tidak stabil, suhu yang terlalu dingin/panas, faktor lain seperti sial.

Sampai di Pulau Miyajima, kami langsung disambut para rusa. Emma takut-takut penasaran, kami melihat peta sebentar sambil jalan mengikuti kebanyakan orang. First stop for snack: grilled oyster! Yum, tasty! Rasa ‘laut’-nya mungkin membuat sebagian orang kurang suka, saya sendiri kurang suka rasa amis tapi yang ini masih bisa dimakan karena disajikan dengan irisan lemon segar.

Tujuan kami adalah Momijidani Park, taman/hutan yang terkenal akan banyaknya pohon maple. Perjalanan ditempuh jalan kaki santai, sambil saya mencari Momiji Manju. Memasuki jalanan yang banyak toko, kami melihat Toto Omotenashi Toilet. Toilet toto yang besar dan lengkap, dilengkapi Wi-Fi dan pusat informasi turis.

Nah di toiletnya ini ada satu logo yang masih jarang ditemukan, yang pertama kali melihat adalah Emma. Jadi logonya itu gambar orang, dengan tanda plus (+) di bagian perut. Ternyata itu penyandang ostomate, setelah dicari ternyata itu untuk orang yang memiliki penyakit dimana (maaf) kotorannya tidak bisa keluar melalui (maaf lagi) anus sehingga harus dibuang melalui ‘kantong’ di perut.

Baca artikelnya, memang belum banyak toilet yang memfasilitasi hal tersebut. Sehingga banyak orang yang mengalami sakit tersebut, jadi ‘malas’ untuk keluar rumah. Fasilitas-fasilitas seperti ini yang menarik: toilet difabel, toilet untuk penyandang ostomate, wheelchair accessible, kids friendly, etc. Dengan adanya fasilitas ini di tempat turis, semua orang dari latar belakang berbeda bisa datang berkunjung menikmati keindahan dengan nyaman.
Masih sekitar jam 11 siang, tapi karena melihat keramaian yang ada sepertinya alangkah bijak juga jika kita early lunch. Masuk ke MIYAJIMA Rilakkuma Sabo yang imut dan menggemaskan, benar saja sudah mulai terlihat orang mengantri. Kami mengambil nomor antrian, sambil menunggu bisa mampir ke toko souvenir-nya.
Saya mengantri di kafe, sedangkan Agnes & Emma ke toko. Saya melihat ada seorang bapak duduk di samping boneka Rilakkuma human size, beliau selfie sendiri, seru juga melihat kelakuan para otaku di sini. Antriannya lebih cepat dari perkiraan, kami pun masuk dan melihat menu yang kira-kira lucu difoto. Kualitas rasa mungkin diragukan, minimal untuk foto harus lucu.
Nasi Goreng Rilakkuma, Nasi Putih + Miso Soup kerang khas Miyajima, Curry Rice. Nasi putih dan kari saya tidak tahu karakter apa namanya, si ayam kuning ini sering lihat deh di Sanrio. Total 4,224 yen untuk makan siang ini, sudah termasuk pajak. Menunggu Emma makan sangat lama, Agnes pun tertidur. Setelah kenyang (+ kesal), kami pun melanjutkan perjalanan.



Melanjutkan perjalanan menuju Momijidani Park, sembari melihat toko kiri-kanan. Banyak toko souvenir: pembatas buku, tatakan sumpit dan alat makan, tentu saja banyak camilan juga. Akhirnya ketemu Momiji Manju, ada beraneka rasa: coklat, kacang merah, plain, custard cream, apel, keju. Per pcs nya 200 yen, kami mencoba masing-masing rasa 1 pcs.

Perjalanan menyusuri pinggir laut, di sisi sebelah kiri banyak pagoda dan pohon yang mulai berganti warna. Di sebelah kanan laut dan Itsukushima Shrine -terkenal dengan gerbang torii yang seakan ‘mengapung’- waktu kunjungan kami sedang dalam proses renovasi. Melihat ke atas, langit biru dan burung-burung berterbangan.

Meskipun sedang renovasi, kita bisa mendekati dan mengambil foto. Sepertinya sudah di tahap akhir renovasi, tapi karena kami bukan pecinta kuil maka cukup memotret dari jauh. Lagian tidak hanya kuil, segalanya cantik! Langit biru, awan putih, pegunungan, cerahnya matahari, pantulan cahaya di ombak bagai ribuan berlian.

Enaknya musim gugur, meski matahari terik tapi tidak terasa panas. Angin dingin tetap berhembus, jadi tetap sejuk. Jaket tentu saja dipersiapkan, untuk menghadapi angin sepoi-sepoi berubah menjadi hembusan angin nakal yang kencang. Hmm, terlihat banyak juga yang menikmati es krim. Saya lebih tertarik dengan kopi panas, atau baiknya kopi dan es krim?

Miyajima terkenal untuk pasangan muda-mudi yang ingin menikmati waktu berdua, sehingga banyak ryokan di sini. Ketika sore-malam tiba, pulaunya akan semakin sepi dan para rusa yang sudah terbiasa dengan manusia akan tidur di sepanjang jalan. Satu hal yang baru saya sadari, di sini tidak ada yang menjual makanan rusa seperti di Nara.

Agak kebingungan ya mungkin karena lokasinya luas dan tidak ada papan nama “Momijidani Park”, jadi sedikit ragu “sudah sampai belum ya?”. Tapi karena tempatnya bagus, ya lanjut berfoto. Tipikal gunung di Jepang: sungai, bebatuan, jembatan, semua dengan suasana musim gugur yang tertata rapi. “Siapa yang urus ya di gunung gini?”

Dan maksud saya gunungnya luas, LUUUAAAS BAAANGEEET. Jalannya lumayan berbatu, kami yang membawa stroller harus sedikit mengangkat. Ada stroller yang ditinggalkan pemiliknya sebentar dekat kuil agak sepi, contoh yang boleh ditiru. Lagi-lagi saya perhatikan gunung di sini, setelah beberapa lama menanjak akan ada tempat istirahat.

Tempat istirahatnya cukup luas, ada toilet, jajanan, dan makanan berat. Beberapa kios belum dibuka, mungkin masih efek pandemi. Ada petunjuk untuk melanjutkan pendakian, atau kembali dengan melewati jalan lain. Kami memutuskan untuk kembali saja, tidak lupa mampir toilet dulu. Enaknya karena jalan pergi dan pulang berbeda, kami bisa menikmati pemandangan yang berbeda pula.

Dari sisi sebelah sini ada tangga, dan kami bisa melihat pemandangan Pulau Miyajima dari ketinggian. Laut, rumah warga, pepohonan, jalan setapak, bahkan terlihat juga Hiroshima di seberang lautan, cantik. Mengabadikan momen ini sebentar, sambil mengumpulkan tenaga untuk… siap-siap menuruni tangga, siap-siap mengangkat stroller.

Menuruni tangga, terlihat ada gua di sisi kanan. Penasaran tapi takut juga, biasa di game RPG mungkin side-quest. Mungkin di dalam gua tersebut ada beruang monster yang menjaga kotak harta karun, kita harus mengalahkannya demi mendapatkan senjata langka. Emma mendorong saya buat masuk, dan ternyata lorong ini tembus ke dekat kuil yang tempat stroller orang ditinggal tadi.

Kembali ke pertokoan, sebelum pulang untuk memulihkan rasa letih dari pendakian dan penurunan gunung, kami mencoba beragam minuman dan camilan: Ice Cream Coffee yang antriannya panjang, Miyajima Beer, Rilakkuma Momiji Manju di Rilakkuma Sabo tempat kami makan tadi siang. Dari pinggir jalan kita bisa langsung ke toko souvenir-nya, dan di bagian samping ada kios yang menjajakan camilan.

Miyajima Coffee bisa duduk ngopi di dalam cafe, tapi ramai. Khusus es krimnya bisa take away, jadi kami memutuskan membeli es krim Mix Coffee & Vanilla dan menikmatinya di pinggir jalan saja. Ngemil es krim, momiji manju, belanja beberapa souvenir, tak terasa hari mulai sore. Melihat Google Maps, sepertinya jadwal ferry segera berangkat. Go, go!

Pulangnya kami tidak menaiki kapal ferry milik JR, karena rencana sekalian mampir ke Hiroshima Peace Park. Untuk sekali jalan per dewasa 2,200 JPY dan anak-anak 1,110 JPY. Sepanjang perjalanan banyak melewati jembatan dan ada video guide, “jembatan ini dibuat tahun berapa, jembatan ini panjangnya sekian, jembatan berbentuk huruf ‘T’ menjadi target pengeboman karena gampang terlihat dari udara”.

Turun dari kapal, langsung disambut A-Bomb Dome. Berfoto sebentar , kemudian melanjutkan cari mall untuk dipinjam toiletnya. Jadi A-Bomb Dome ini sebenarnya bangunan yang masih berdiri setelah kena bomb atom sehingga dilestarikan sampai sekarang, dan masuk ke dalam warisan budaya UNESCO sebagai bukti nyata sejarah Hiroshima yang unik.

Keluar mall tak lupa mengembalikan toilet yang dipinjam, hari mulai senja kami memutuskan untuk jalan-jalan saja di Downtown Hiroshima sekalian mencari makan malam. Ada ramen, tempura, sushi, banyak juga yang ramai pengunjung sampai antri. Ichiran Ramen ada juga di sini, tapi kami rencana mau makan yang di Tokyo saja. Ingin mencari restoran lokal, tapi tidak mau Okonomiyaki juga.
Maunya yang mengenyangkan seperti nasi, ramen, yang karbonya banyak karena sudah lelah jalan kaki seharian, banyak maunya! Sembari jalan mencari makanan yang cocok, melihat ada semacam perlombaan akapela. Mumpung perut belum lapar benar, kami pun ikut mendengar nyanyian merdu mereka. Meskipun yang nyanyi suaranya bagus-bagus, tetapi yang bertepuk tangan sedikit seperti malu-malu.
Selesai mendengarkan nyanyian, kami lanjut berkeliling lagi mencari makanan. Akhirnya ketemu tempat makan yang cocok, banyak karbonya! Ramen + nasi goreng, belinya pun menggunakan tiket. Cocok untuk orang introvert tidak bisa berbahasa Jepang, tempatnya kecil jadi stroller kami tinggal di luar. Makan agak buru-buru tidak tenang menengok ke luar apakah stroller aman?


Secara keseluruhan, Pulau Miyajima merupakan tempat yang menyenangkan. Atmosfir romantismenya masih terbawa sampai kami ke Pusat Kota Hiroshima, ditambah dengan suasana lampu dan pohon Natal. Itsukushima Shrine juga tetap indah meski ada tiang pancang renovasi, mungkin nanti ke sini lagi setelah renovasi untuk mengabadikan floating gate yang sering dipajang di restoran jepang.