Hiroshima – Peace Memorial Museum, Fancy Onigiri Lunch at Onigiri Nitaya, Sunday Mass at Assumption of Mary Cathedral, and Evening Stroll to Hiroshima Castle [2022.11.27]

Pagi ini rencana ke Peace Memorial Museum, tapi karena salah naik tram jadinya turun di dekat taman yang ternyata lagi bagus daun gingko-nya sedang berwarna kuning. Berfotolah kami sebentar di sini, untung Hiroshima kotanya kecil jadi nyasar pun tidak terlalu jauh. Sampai di museum agak bingung, di depan pintu banyak kelompok anak-anak berdiri tapi tidak masuk.

Apa jangan-jangan karena pandemi, pengunjung dibatasi? Atau harus melalui booking online? Wah, sayang juga nih uda jauh-jauh datang tidak bisa masuk. Di situsnya tidak tertera apa-apa mengenai ini, atau mungkin di-booking dadakan oleh sekolah yang mengadakan study tour? Kemudian kami melihat ada sepasang muda-mudi ‘bule’ agak bingung juga tapi langsung masuk, kami pun mengikuti mereka.

Untuk tiket masuk seharga 200 yen per orang, dan sewa audio guide juga seharga 400 yen per gawai. Tersedia juga dalam Bahasa Indonesia, jadi Emma lumayan bisa tenang mendengar dan bertanya “luluh lantak” itu apa? Suasana museum pastinya tidak menyenangkan, tapi sangat informatif menggambarkan radius bom nuklir dan after effect nya.

Emma terlihat tidak nyaman, tapi tidak merengek juga. Suasana museum sangat tenang, orang antri mengambil foto, ada yang berdiri melihat gambar sambil membaca informasi atau mendengarkan audio guide. Beberapa bisa kita jelaskan ke Emma: oh ini brankas mereka, anak-anak ke sekolah atau bekerja mengendarai sepeda dan membawa bekal, itu botol minum, dan lain sebagainya.

Membayangkan suasana kena bom itu sungguh mengerikan ya, badan panas terbakar sehingga menceburkan diri ke sungai. Beberapa selamat, beberapa tenggelam. Setelah bom meledak, karena efek radiasi, terbentuklah awan yang menurunkan “hujan hitam”. Sebagian orang yang sudah sangat kehausan, ‘terpaksa’ meminum air hujan tersebut.

Mereka yang terpapar radiasi, tentunya mengalami sakit setelah peristiwa bom tersebut. Demam, gusi berdarah, hingga akhirnya meninggal. Keluarga yang ditinggalkan pun “sakit mental”, miskin, mencoba mengakhiri hidupnya dan keluarga. Efek yang begitu buruk dan negatif, baik secara langsung maupun tidak langsung, memberikan pesan kuat agar tidak ada lagi kejadian seperti Hiroshima.

Selesai bermuram durja , di bagian akhir museum ada ruangan interaktif. Jadi ada touch screen untuk kita sentuh jika ingin mengetahui mengenai ilmu pengetahuan bom atom, sejarah Amerika vs Jepang, dan lain sebagainya. Kemudian ada toko souvenir yang menjual buku, magnet, kustomisasi medali sesuai tanggal kunjungan.

Perut sudah mulai keroncongan, celingak-celinguk mencari makanan. Melihat ada tempat makan fancy onigiri, melewati pintu masuk: di sebelah kiri buat yang makan di tempat, sebelah kanan untuk dibungkus. Kami duduk untuk makan di tempat, diberikan buku menu. Spesialis onigiri set dengan minuman dan miso soup, dan isian onigirnya melimpah tidak seperti onigiri konbini. 📍 : Onigiri Nitaya

Setelah memesan sambil menunggu pesanan datang, karena sudah sangat lapar kami mencoba beli onigiri yang bagian takeaway. Terlihat petugas dengan panik bilang kalau ini khusus takeaway, kami berusaha menjelaskan kami sudah memesan makan sambil menunggu karena lapar ingin ngemil. Akhirnya mungkin karena malas debat dengan turis tidak tahu aturan, kami dibolehkan juga.

Selesai makan siang kami langsung buru-buru menuju Gereja Katedral: Assumption of Mary Cathedral untuk mengikuti Misa Bahasa Inggris pukul 14:30 sore. Perjalanan hanya sekitar 20 menit naik bus, halte bus dekat dari Onigiri Nitaya maupun katedral. Bangunannya bagus, sudah ada dekorasi Natal juga. Terdengar Bahasa Filipin (atau Thailand ?) dari beberapa pengunjung di sini, banyak orang asing.

Selesai Misa, tujuan kami berikutnya Shukkeien Garden dan Hiroshima Castle. Namun karena Shukkeien Garden tutup pukul 17:00 maka kami memutuskan untuk langsung ke Hiroshima Castle saja, dari gereja katedral menuju Hiroshima Castle sekitar 10 menit naik bus dan 15 menit jalan kaki. Tidak masuk akal, tentu saja kami memilih jalan kaki.

Ternyata sedikit membingungkan untuk masuk ke Hiroshima Castle ini, mungkin karena masih suasana pandemi jadi banyak akses ditutup. Kami mengikuti orang yang lagi lari sore saja, sampai akhirnya terlihat ada tangga menuju kastil. Karena sudah sore, kami berfoto di kaki kastil saja daripada sudah susah naik ternyata tutup. Untuk makan malam, kami membeli Hokka Tei.

Restoran ini kami lihat dalam perjalanan menuju Hiroshima Castle, tergiur akan foto makanannya: nasi cap cay, chicken karaage, steak hamburg, salad. Ternyata, restoran ini khusus take away. Banyak yang mengantri, ada juga kurir yang mengantarkan makanan. Entah memang seperti itu konsepnya atau karena pandemi, yang pasti makanannya enak dan banyak.

Total biaya makanannya sebesar JPY 2,210 (dua ribu dua ratus sepuluh yen). Not bad, huh. Malam terakhir di Hiroshima, besok kembali lagi menuju Tokyo transit Osaka. Secara keseluruhan, saya senang mengunjungi Hiroshima. Tidak terlalu ramai, ke mana-mana masih bisa dijangkau dengan jalan kaki, tetapi tidak terlalu pinggiran juga yang susah untuk makan atau transportasinya.

Hiroshima destroyed in a day. Our life is short, we don’t live twice. Peace, love, and no more Hiroshimas.

Feel free to comment